BENTUK KEARIFAN LOKAL
Bentuk
Kearifan Lokal Di Indonesia
Haryanto
( 2014:212) menyatakan bentuk-bentuk kearifan lokal adalah Kerukunan beragaman
dalam wujud praktik sosial yang dilandasi suatu kearifan dari budaya.
Bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa budaya (nilai,
norma, etika, kepercayaan, adat istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan
khusus). Nilai-nilai luhur terkait kearifan lokal meliputi Cinta kepada Tuhan,
alam semesta beserta isinya,Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri, Jujur,
Hormat dan santun, Kasih sayang dan peduli, Percaya diri, kreatif, kerja keras,
dan pantang menyerah, Keadilan dan kepemimpinan, Baik dan rendah
hati,Toleransi,cinta damai, dan persatuan.
Menurut
Jim Ife (2002) menyatakan bahwa kearifan lokal terdiri dari lima
dimensi yaitu :
1. Pengetahuan
Lokal.
Setiap masyarakat
dimanapun berada baik di pedesaan maupun pedalaman selalu memiliki pengetahuan
lokal yang terkait dengan lingkungan hidupnya. Pengetahuan lokal terkait dengan
perubahan dan siklus iklim kemarau dan penghujan, jenis-jenis fauna dan flora,
dan kondisi geografi, demografi, dan sosiografi. Hal ini terjadi karena
masyarakat mendiami suatu daerah itu cukup lama dan telah mengalami perubahan
sosial yang bervariasi menyebabkan mereka mampu beradaptasi dengan
lingkungannnya. Kemampuan adaptasi ini menjadi bagian dari pengetahuan lokal
mereka dalam menaklukkan alam.
2. Nilai
Lokal.
Untuk mengatur
kehidupan bersama antara warga masyarakat, maka setiap masyarakat memiliki
aturan atau nilai-nilai lokal yang ditaati dan disepakati bersama oleh seluruh
anggotannya. Nilai-nilai ini biasanya mengatur hubungan antara manusia dengan
manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan Tuhannnya. Nilai-nilai ini
memiliki dimensi waktu, nilai masa lalu, masa kini dan masa datang, dan nilai
ini akan mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan masyarakatnya.
3. Keterampilan
Lokal.
Kemampuan bertahan
hidup (survival) dari setiap masyarakat dapat dipenuhi apabila masyarakat itu
memiliki keterampilan lokal. Keterampilan lokal dari yang paling sederhana
seperti berburu, meramu, bercocok tanam sampai membuat industri rumah tangga.
Keterampilan lokal ini biasanya hanya cukup dan mampu memenuhi kebutuhan
keluargannya masing-masing atau disebut dengan ekonomi subsisten. Keterampilan
lokal ini juga bersifat keterampilan hidup (life skill), sehingga keterampilan
ini sangat tergantung kepada kondisi geografi tempat dimana masyarakat itu
bertempat tinggal.
4. Sumber
daya Lokal.
Sumber daya lokal ini
pada umumnya adalah sumber daya alam yaitu sumber daya yang tak terbarui dan
yang dapat diperbarui. Masyarakat akan menggunakan sumber daya lokal sesuai
dengan kebutuhannya dan tidak akan mengekpoitasi secara besar-besar atau
dikomersilkan. Sumber daya lokal ini sudah dibagi peruntukannnya seperti hutan,
kebun, sumber air, lahan pertanian, dan permukiman, Kepemilikan sumber daya
lokal ini biasanya bersifat kolektif atau communitarian.
5. Mekanisme
Pengambilan Keputusan Lokal.
Menurut ahli adat dan budaya
sebenarnya setiap masyarakat itu memiliki pemerintahan lokal sendiri atau
disebut pemerintahan kesukuan. Suku merupakan kesatuan hukum yang memerintah
warganya untuk bertindak sebagai warga masyarakat. Masing masing masyarakat
mempunyai mekanisme pengambilan keputusan yang berbeda –beda. Ada masyarakat
yang melakukan secara demokratis atau “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”.
Ada juga masyarakat yang melakukan secara bertingkat atau berjenjang naik dan
bertangga turun
Selain
itu menurut Azam (2013)bentuk kearifan lokal di indonesia di bagi menjadi dua aspek
yaitu kearifan lokal yang berwujud nyata (tangible) dan yang tidak berwujud (intangible).
1. Kearifan Lokal yang Berwujud Nyata
(triangible)
Bentuk kearifan lokal
yang berwujud nyata meliputi beberapa aspek berikut:
a. Tekstual
Beberapa jenis kearifan
lokal seperti sistem nilai, tata cara, ketentuan khusus yang dituangkan ke
dalam bentuk catatan tertulis seperti yang ditemui dalam kitab tradisional
primbon, kalender dan prasi (budaya tulis di atas lembaran daun lontar).
Sebagai contoh, prasi, secara fisik, terdiri atas bagian tulisan (naskah
cerita) dan gambar (gambar ilustrasi) (Suryana, 2010). Tulisan yang digunakan
dalam prasi adalah huruf Bali. Gambar yang melengkapi tulisan dibuat
dengan gaya wayang dan menggunakan alat tulis/gambar khusus, yaitu sejenis
pisau. Seiring dengan pergantian zaman, fungsi prasi sudah banyak beralih dari
fungsi awalnya, yaitu awalnya sebagai naskah cerita yang beralih
fungsi menjadi benda koleksi semata. Sekalipun perubahan fungsi lebih mengemuka
dalam keberadaan prasi masa kini, penghargaannya sebagai bagian dari
bentuk-bentuk kearifan lokal masyarakat Bali tetap dianggap penting.
b. Bangunan/Arsitektural
Banyak
bangunan-bangunan tradisional yang merupakan cerminan dari bentuk kearifan
lokal, seperti bangunan rumah rakyat di Bengkulu. Bangunan rumah
rakyat ini merupakan bangunan rumah tinggal yang dibangun dan
digunakan oleh sebagian besar masyarakat dengan mengacu pada rumah ketua adat.
Bangunan vernakular ini mempunyai keunikan karena proses pembangunan yang
mengikuti para leluhur, baik dari segi pengetahuan maupun metodenya (Triyadi
dkk., 2010). Bangunan vernakular ini terlihat tidak sepenuhnya didukung oleh
prinsip dan teori bangunan yang memadai, namun secara teori terbukti mempunyai
potensi-potensi lokal karena dibangun melalui proses trial & error,
termasuk dalam menyikapi kondisi lingkungannya.
c. Benda
Cagar Budaya/Tradisional (Karya Seni)
Banyak benda-benda
cagar budaya yang merupakan salah satu bentuk kearifan lokal, contohnya, keris.
Keris merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang sangat penting. Meskipun
pada saat ini keris sedang menghadapi berbagai dilema dalam pengembangan serta
dalam menyumbangkan kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalamnya kepada
nilai-nilai kemanusiaan di muka Bumi ini, organisasi bidang pendidikan dan
kebudayaan atau UNESCO Badan Perserikatan Bangsa Bangsa, mengukuhkan keris
Indonesia sebagai karya agung warisan kebudayaan milik seluruh bangsa di dunia.
Setidaknya sejak abad ke-9, sebagai sebuah dimensi budaya, Keris tidak hanya
berfungsi sebagai alat beladiri, namun sering kali merupakan media ekspresi
berkesenian dalam hal konsep, bentuk, dekorasi hingga makna yang terkandung 8
dalam aspek seni dan tradisi teknologi arkeometalurgi. Keris memiliki fungsi
sebagai seni simbol jika dilihat dari aspek seni dan merupakan
perlambang dari pesan sang empu penciptanya.
Ilustrasi lainnya
adalah batik, sebagai salah satu kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan
telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama.
Terdapat berbagai macam motif batik yang setiap motif tersebut mempunyai makna
tersendiri. Sentuhan seni budaya yang terlukiskan pada batik tersebut bukan
hanya lukisan gambar semata, namun memiliki makna dari leluhur terdahulu,
seperti pencerminan agama (Hindu atau Budha), nilai-nilai sosial dan budaya
yang melekat pada kehidupan masyarakat.
2. Tidak
berwujud (intagible)
Selain bentuk kearifan
lokal yang berwujud, ada juga bentuk kearifan lokal yang tidak berwujud seperti
petuah yang disampaikan secara verbal dan turun temurun yang dapat berupa
nyanyian dan kidung yang mengandung nilai-nilai ajaran tradisional. Melalui
petuah atau bentuk kearifan lokal yang
tidak berwujud lainnya, nilai sosial disampaikan secara oral/verbal dari generasi
ke generasi. Kearifan lokal diungkapkan dalam bentuk kata-kata bijak (falsafah)
berupa nasehat, pepatah, pantun, syair, folklore (cerita lisan) dan sebagainya;
aturan, prinsip, norma dan tata aturan sosial dan moral yang menjadi sistem
sosial; ritus, seremonial atau upacara tradisi dan ritual; serta kebiasaan yang
terlihat dalam perilaku sehari-hari dalam pergaulan sosial (Haryanto, 2013:
368).
Tata aturan menyangkut hubungan
manusia dengan alam, binatang, tumbuh-tumbuhan yang lebih bertujuan pada upaya
konservasi alam. Tata aturan yang menyangkut hubungan manusia dengan yang gaib,
misalnya Tuhan dan rohroh gaib. Kearifan lokal dapat berupa adat istiadat,
institusi, kata-kata bijak, pepatah (Jawa: parian, paribasan, bebasan dan
saloka). Dalam karya sastra kearifan lokal jelas merupakan bahasa, baik lisan
maupun tulisan Ratna (2011-95). Dalam masyarakat, kearifan-kearifan lokal dapat
ditemui dalam cerita rakyat, nyayian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan
kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal ini
akan mewujud menjadi budaya tradisi, kearifan lokal akan tercermin dalam
nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu.
Sumber :
- . Suryana, J. (2010) ‘Prasi, Kearifan
Lokal Masyarakat Bali’, April 2010. Pada: http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/08/prasi-kearifan-lokal-masyarakat-bali/.
- . Istanti, K. Z. (2007) ‘Wujud Kearifan Lokal Teks Amir Hamzah Nusantara’, IBDA, Vol. 5, No. 1, Jan-Juni 2007, hal 5-26, P3M STAIN, Purwokerto. ‘Kampung Naga’. Pada: http://www.anindita89.wordpress.com/2010/01/ 02/sejuta-pesonakota- tasikmalaya/.
Komentar
Posting Komentar